Niat semalam nak up sekali Chapter 05...
Tapi tak sempat edit...
#TonightHereWeGo
Dulu orang bertanya bila Tengku Harrys nak muncul...
Sekarang orang mencari di mana keberadaan Sefhia...
#LetsFindHer
On next, we make a date with Harrys & Irish...
#InshaaALLAH 😉
“BANGUN!”
Satu
suara mengganggu Aryan dari lenanya.
“Hei! Bangun,
bangun!”
Kali ini Aryan buka mata bila terasa pipinya
ditampar-tampar pula. Sebaik celik, seorang lelaki sedang melutut di depan.
Lelaki sama yang dia belasah semalam.
Melihat
wajah lelaki itu, Aryan rasa nak ketawa. Penuh lebam dan luka. Bengkak sini
sana. Macam baru lepas digigit tebuan.
Itu baru sikit kena penangan. Kalau tak, memang dah masuk
hospital dia kerjakan.
Mata
Aryan kemudian beralih pada seseorang di belakang. Pandang saja raut itu,
spontan darah menyerbu naik ke muka. Moodnya
berubah serta-merta. Cepat-cepat anak mata lari ke tempat lain.
“Mau apa?” soal Aryan acuh tak acuh.
“Makan ni!”
Bungkusan plastik berisi makanan dan minuman disua depan Aryan.
“Aku nggak mau.”
“Aku kata
makan!”
“Aku
bilang aku nggak mau.”
“Eh! Kau
jangan nak buat hal lagi. Pasal kaulah semalam, aku kena warning dengan boss aku!
Ni… muka aku bertampal-tampal ni. Pun sebab kau!”
“Lo
pikir aku peduli sama semua itu? Rasain!”
“Kau ni
memang sengaja nak naikkan darah aku, kan! Aku kata makan, makan! Sebelum aku
sumbat nasi ni kat mulut kau!”
“Aku
nggak mau!” bentak Aryan lebih keras. Bungkusan yang dah berada di ribanya,
dilemparkan.
“Eh! Kau
ni memang dah melampau!”
Serentak,
lelaki itu rentap kolar baju Aryan. Buku limanya digenggam erat minta
dilepaskan. Namun gadis di belakang lebih dulu tahan.
“Enough.”
“Tapi miss, dia ni dah melampau! Bagi saya ajar
dia sikit!”
“I said enough.”
Sekali lagi gadis itu tegah. Melalui isyarat, disuruh
lelaki tadi beredar keluar. Dengan mudah arahannya diturut, walau telinga
menangkap dengusan marah.
Tinggal gadis itu bersama Aryan dalam bilik kini. Seorang
lempar renungan tajam, seorang lagi buang pandang ke sudut dinding.
Masing-masing kaku beberapa saat sebelum gadis itu ambil semula bungkusan
dilempar Aryan tadi. Bungkusan diserah kembali.
Aryan enggan layan. Huluran gadis itu hanya dibiarkan.
“Ambil.”
Aryan
terus membatu.
“Makan.”
“Nggak
mau.”
“Nanti
kau sakit.”
“Mendingan
aku mati terus. Itu lebih bagus!” selar Aryan geram. Itu belum lagi pasal
insiden semalam. Ikut hati, nak saja gadis di depan ditendang. Baru puas dia
rasakan.
Gadis itu ketap rahang. Bungkusan di tangan turut
digenggam.
Ada baiknya dia beredar sekarang. Sebelum keadaan lebih
berantakan. Bungkusan yang masih dipegang diletak sebelah Aryan.
Aryan perhati gadis itu mula melangkah. Biarkannya pergi
bermakna sekali lagi dia terpaksa berlapar. Dahlah sejak semalam dia tak jamah
apa-apa.
“Gimana aku bisa makan? Kalau udah kamu ikat aku begini.”
Langkah
gadis itu terhenti.
“Kalau mau aku makan, dibukain ini sama ikatannya.”
Gadis itu hadap Aryan semula. Renungan tajamnya dan Aryan
berlaga.
“Kenapa? Kamu takut aku kabur lagi?”
Tak ada jawapan. Hanya renungan terus-terusan diberikan.
“Ya kalau gitu, ayuh… suapin aku. Itupun kalau kamu nggak
mau akau mati kelaparan di sini.”
**********
BIBIR merahnya senyum sendiri.
Entah kenapa malam ini dia rasa puas. Puas dapat tundukkan gadis bermata
biru itu. Buat pertama kali.
“Aku nggak butuh berlawan untuk menundukkanmu. Cukup
hanya dengan kata-kataku.”
Aryan tersenyum lagi. Insiden siang tadi kembali gamit
memori.
“Kamu pasti nggak mau aku mati, kan? Kalau aku mati, boss kamu pasti marah. Rencananya lagi
berantakan. Dan kalian juga pasti nggak akan terima uang dari orang tuaku,”
ujarnya beri ugutan. Buat wajah di depan turut berubah.
“Kira-kira
apa ya boss kamu bakal lakuin kalau
aku mati kebuluran di sini? Ya pasti kamu lagi dimarahin, lansung dipukul, atau…
dihabisin terus. Dibunuh. Lalu mayat kamu dicampak ke dalam sungai. Biar dimakan
sama buaya. Ah, ngeri banget!”
Aryan makin galak bersuara. Lagi-lagi lihat riak si gadis makin tak tenang. Ingin saja bibirnya hamburkan tawa. Tapi
seboleh-bolehnya ditahan.
“Jadi, gimana? Mau suapin aku apa nggak?”
Akhirnya, gadis itu berpatah semula. Sebuah bangku
dicapai lalu dia duduk menghadap Aryan. Bungkusan tadi turut diambil dan
dibuka.
“Bentar. Aku bacain dulu doa makannya.”
Aryan menahan kala suapan
pertama hampir masuk ke mulut. Selesai doanya, baru dia ambil suapan tersebut.
Seperti biasa gadis itu hanya membisu. Cuma tangan saja
yang bergerak suap nasi ke mulut Aryan. Sesudu demi sesudu. Sesekali dia
berhenti beri Aryan minum.
Aryan terus leka tatap gadis di
depan. Dan sepanjang disuap,
matanya tak henti-henti merenung gadis itu. Macam tak percaya. Semalam mereka bertumbuk. Hari ini bersuap-suapan. Yang
peliknya, tak pula gadis itu tolak. Takut dengan ugutannya?
Tapi dia pun tak punya pilihan.
Kalau tak dipaksa, alamat mati kelaparan kat sini. Dah suruh dibuka ikatan,
tapi nampaknya gadis itu lebih rela suap dari dia melarikan diri.
Senyuman Aryan terukir lagi.
Entah kenapa kejadian siang tadi benar-benar mengganggunya. Malah sepanjang hari
ini, kepala asyik teringat-ingat tentangnya.
Penculik menyuap makan tebusan?
Ah! Mesti viral kalau tersebar kat media sosial.
Spontan Aryan ketap bibir.
Seakan-akan terasa lagi suapan gadis itu di mulutnya. Sopan. Lembut. Sangat
berbeza dari yang semalam dan hari-hari sebelumnya. Hingga tanggapan terhadap
gadis itu turut berubah serta-merta.
Mungkinkah itu dirinya yang
sebenar?
‘Penculik tetap penculik, Aryan. Sebaik manapun dia layan
kau, tetap tak mengubah fakta dan kesalahan yang dah dia lakukan.’
Satu suara berbisik padanya.
**********
PAK ARYAWAN melangkah turun
dari anak tangga. Kelihatan beberapa orang lelaki dah tunggu di tingkat bawah
siap sedia.
“Udah siap semuanya?” soal Pak Aryawan
pada salah seorang pegawainya.
“Sudah, tuan.”
“Bagus. Kamu semua tunggu di
luar bentar. Nanti saya bakalin nyusul. Pak Majid juga tunggu saya di mobil, ya.”
Arahan dipatuh. Masing-masing menapak keluar
dari banglo. Beri ruang Pak Aryawan bertemu isteri sebelum beransur.
“Mas berangkat dulu ya, ma.”
“Mas… mama mau ikutan bareng.”
“Nggak usah, ma. Mendingan mama
nungguin aja di rumah. Lagian mas juga nggak tau kapan pulangnya. Tempatnya
lagi jauh.”
Ibu Dian tunduk pandang lantai.
Ikut hati, memang nak saja dia ikut suaminya. Tak betah tunggu di rumah dalam
terpinga-pinga.
“Mama usah begini, dong. Mas
pergi demi menyelamatkan anak kita.”
“Mama juga mau ikut bantuin,
mas.”
“Iya. Mas tau. Tapi di sana
lagi bahaya buat mama. Makanya, mama nungguin di rumah aja ya sama Mak Minah.
Solat. Berdoa. Moga ALLAH permudahin urusan kita. Mama jangan lupa dong, doa
seorang ibu itu sangat mujarab. Waktu-waktu sulit seperti inilah mas sama Aryan
sangat-sangat membutuhkannya. Itu juga dikira bantuin mas, bukan?”
“Iya, mas. Mama ngerti.”
“Nah. Gitulah isteri cantikku!”
Pak Aryawan cuit hidung Ibu Dian. “Nggak usah sedih-sedih terus, dong. Kita ini hidup
harusnya positif selalu. Percaya ALLAH itu sering ada sama kita. Justeru hati
kita pasti tenang. Ya, udah. Mas pamitan dulu. Semua udah menunggu. Mama jaga
diri baik-baik, ya.”
Salam dihulur. Ibu Dian sambut
lantas mencium. Saat Pak Aryawan mahu melangkah, tak semena-mena ditarik
kembali tangan lelaki itu.
“Kenapa?” tanya Pak Aryawan
hairan.
“Makasih, mas.”
“Untuk apa?”
“Untuk semua yang mas lakuin
buat anak kita. Dulu mama pikir mas nggak peduli sama sekali tentang Aryan.
Tapi ternyata mama salah.”
Pak Aryawan ukir senyum.
Setitis airmata Ibu Dian yang gugur pantas diseka. Kepala wanita itu disentuh
lembut.
“Nggak ada orang tua yang tidak
sayang sama anaknya, ma. Kerna mereka kurniaan tak ternilai dari Maha Esa buat
kita. Nggak peduli bukan bermakna nggak sayang. Cukup ALLAH tau dalam hati mas
ini punya tempat teristimewa buat anak-anak kita.” Begitu dalam kata-kata Pak
Aryawan buat isterinya. “Mas pergi duluan ya, sayang. Assalamualaikum.”
Pak Aryawan teruskan langkah.
Tinggal Ibu Dian terkaku sepi tanpa bicara.
‘Waalaikumussalam. Lindungi
suami sama anakku, Ya ALLAH!’ rintihnya.
* WORDS TRANSLATION :-
mas – abang
mau – mahu
nggak – tak / tidak
bilang – kata (katakan, mengatakan) / cakap
lo – kau / kamu
peduli – kisah
rasain – rasakan / padam muka
mendingan – lebih baik
gimana –bagaimana / macam mana
bisa – boleh
udah – sudah
dibukain – dibuka
kabur – lari
suapin – suap
butuh – perlu
menundukkan – mengalahkan / menewaskan
rencananya – rancangannya
berantakan – bermasalah / kacau / terganggu
uang – wang / duit
lakuin – lakukan
dimarahin – dimarah
banget – sangat
bentar / sebentar – kejap (sekejap)
kasi – bagi / beri
bacain – baca
berangkat – bertolak pergi
ikutan – ikut / mengikut
bareng – bersama-sama
nungguin – tunggu / menunggu
lagian – lagipun
bantuin – bantu / tolong
ngerti – faham / mengerti
bercanda – bergurau
kritis / sulit – genting
pamit duluan – minta diri dulu
makasih – terima kasih
No comments:
Post a Comment